Kamis, 28 Februari 2013

MEMBANGUN KARAKTER

Dislipin diri merupakan hal penting dalam setiap upaya membangun dan membentuk karakter seseorang, sebuah organisasi, dan sebuah masyarakat bangsa. Sebab dalam hubungannya dengan seseorang-- karakter mengandung pengertian (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya merarik dan atraktif; (2) reputasi seseorang; dan (3) seseorang yang unusual atau memiliki kepribadian yang eksentrik.

Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.

Dengan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga "berbentuk" unik, menarik dan beda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang  lain, demikianlah orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk yang tidak/belum berkarakter atau "berkarakter" tercela).

Kalimat itu boleh jadi merangkum sejarah hidupnya yang sangat inspirasional. Lewat perjuangan panjang dan ketekunan yang sulit dicari tandingannya, ia kemudian menjadi salah seorang pahlawan besar dalam sejarah Amerika yang mendapatkan berbagai penghargaan tingkat nasional dan internasional atas prestasi dan pengabdiannya (lihat homepage www.hki.org). Helen Keller adalah model manusia berkarakter (terpuji).

Dan sejarah hidupnya mendemonstrasikan bagaimana proses membangun karakter itu memerlukan dislipin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instan. Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.

Demikianlah makna penting sebuah karakter dan proses pembentukannya yangtidak pernah mudah melahirkan manusia-manusia yang tidak bisa dibeli. Ke arah yang demikian itulah pendidikan dan pembelajaran --termasuk pengajaran di institusi moral dan pelatihan di institusi non-formal-- seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarater (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki intergritas.